Masa pubertas merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menjadi dewasa yang dimulai umur 8 – 14 tahun. Pada masa pubertas inilah, masa di mana mereka mencari jati diri dan arti dari hidup. Pada masa-masa ini pula, remaja memiliki rasa ingin tahu yang begitu besar dalam segala hal. Tak heran jika diantara mereka seringkali ingin merasakan hal-hal yang belum mereka ketahui, termasuk seksualitas.
Karena rasa keingintahuan yang tinggi dan pengetahuan yang kurang tentang hal tersebut, akhirnya kebanyakan dari remaja mencari informasi tentang seks dari sumber yang salah.
Survei dan riset yang dilakukan oleh Komite Perlindungan Anak Indonesia dan Kementrian Kesehatan pada Oktober 2013, menunjukkan sekitar 62,7% remaja di Indonesia telah melakukan hubungan seks di luar nikah. 20% dari 94.270 remaja perempuan mengalami hamil diluar nikah, 21% diantaranya pernah melakuan aborsi, dan dalam waktu rentang tiga bulan, sebanyak 30% dari 10.203 remaja terjangkit HIV.
Riset tersebut membuktikan bahwa pendidikan seks di Indonesia sangat lemah. Masyarakat awam cendrung memiliki anggapan bahwa pengetahuan tentang seksual adalah ranah orang dewasa dan anak-anak akan mengerti dengan sendirinya ketika mereka dewasa. Terbangunnya pandangan tersebut menjadi kendala awal terhadap keberlangsungan pendidikan seks. Begitupun dengan pemahaman akan pentingnya kendali atas tubuh sendiri yang harusnya ditanamkan sedini mungkin.
Di Indonesia tidak semua orangtua mau terbuka terhadap anak ketika membicarakan seks. Orangtua merasa ragu memberikan pendidikan seks kepada anak. Padahal pendidikan seks merupakan tugas dan tanggung jawab orangtua. Dikutip dari Republika, dr. H Boyke Dian Nugraha, SpOG., Mars seorang seksolog ternama di Indonesia mengatakan, pendidikan seks pada anak berbeda dengan mengajarkan anak melakukan seks.
Melalui pendidikan seks, anak akan lebih mengenali fungsi tubuhnya, menghindari apa yang seharusnya tidak dilakukan serta memahami konsekuensi dari tiap perbuatannya. Dengan begitu, anak akan dapat menjauhkan diri dari penyimpangan seksual dan menghindarkan diri dari bahaya pelecehan seksual.
Selain orang tua, pihak yang ikut memberikan pengetahuan tentang seks adalah sekolah. Di sekolah, para guru bisa memberikan pemahaman akan pentingnya mengenali resiko-resiko seks. Murid juga diajarkan agar lebih aware dengan kesehatan reproduksi. Jika diperlukan, guru juga bisa membangun diskusi untuk meningkatkan pemahaman remaja mengenai seks, hal ini bisa dilakukan dengan mendatangkan pakar seksologi.