Guru merupakan pelaku utama dalam penerapan program pendidikan di sekolah dan memiliki peran yang sangat penting dalam mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan. Secara undang-undang, guru merupakan seorang pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik.
Namun dalam realitas di lapangan, beberapa guru hanya berorientasi pada bagaimana cara mentransfer materi-materi pelajaran kepada siswa. Sistem pendidikan saat ini menuntun pelajar sekedar menghafal materi.
Guru akan merasa lebih senang ketika siswa-siswanya dapat menyebutkan materi pelajaran dengan tepat, sama persis degan isi buku. Mereka hafal, tetapi belum tentu mampu memahami makna dari hafalan tersebut.
Secara tidak sadar, siswa hanya dituntun seperti manusia robot yang bertugas menghafal beberapa baris teori dan rumus. Tujuannya sangat sederhana, agar bisa lulus 100%. Alhasil, mereka akan tumbuh menjadi generasi penghafal, yang belum mampu mengimplementasikan ilmu dalam realitas sosial.
Dikutip dari Geotimes, Paulo Freire seorang tokoh pendidikan Brasil dan teoretikus pendidikan yang berpengaruh di dunia menjelaskan, konsep pendidikan seperti ini sama halnya dengan “gaya bank”. Guru mengisi “tabungan” pengetahuan dan menuntut peserta didik untuk menerima begitu saja (taken for granted) tanpa celah sedikitpun memberikan ruang dialogis.
Paulo menambahkan, guru harus bisa menemukan dan terus mencari cara-cara yang memudahkan peserta didik. Siswa tidak hanya diberi pembelajaran secara tekstual, namun juga secara kontekstual. Mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata.
Guru bisa membiasakan siswa dengan diskusi-diskusi kecil. Sehingga siswa terbiasa untuk menyampaikan argumen menurut pemahamannya sendiri. Intinya siswa bukan menghafal materi pelajaran tetapi memahami materi pelajaran
Gagasan ini selaras dengan metode belajar dari John Dewey, seorang kritikus sosial dan pemikir dalam bidang pendidikan dari Amerika Serikat. John menjelaskan bahwa pendidikan harus berlandasakan pada progresivisme. Guru perlu menyajikan bukan hanya bacaan dan hafalan saja, tapi juga pengalaman dunia nyata dan aktivitas yang berpusat pada kehidupan peserta didik. Slogan populer dari aliran John adalah “Learning by doing” (Belajar sambil melakukan).
Bukan hanya guru, kurikulum dan metode pembelajaran dalam dunia pendidikan harus lebih banyak diperbaiki. Dengan adanya pemahaman materi yang direfleksikan dalam dunia nyata, maka siswa di Indonesia dapat memberikan inovasi dan pembaharuan yang cukup besar bagi kemajuan Indonesia.