Dunia kini tengah memasuki revolusi industri keempat atau disebut juga dengan industri 4.0. Era ini ditandai dengan penggunaan mesin-mesin automasi yang terintegrasi dengan berkembangnya Internet of/for Things yang diikuti teknologi baru seperti data sains, kecerdasan buatan, robot dan lain sebagainya. Revolusi industri 4.0 pertama kali dicetuskan oleh Profesor Klaus Schwab, seorang ekonom Jerman yang juga pendiri World Economic Forum.
Adanya revolusi industri 4.0 ini memberikan penawaran menarik bagi dunia pendidikan. Tawaran berupa akses terhadap beragam informasi dan pengetahuan yang kini bisa didapat dengan mudah. Pelajar dapat memperoleh pengetahuan kapanpun dan dimanapun dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi dan internet. Pembelajar berbasis teknologi dan online ini merupakan penerapan dari heutagogy learning (self-determined learning).
Pelajar tidak lagi hanya menunggu penjelasan materi oleh guru di dalam kelas, kini mereka bisa terlibat secara aktif dalam mengkontrusksi pengetahuaannya. Dengan memanfaatkan teknologi dan internet, pelajar bisa mengakses perpustakaan online, laboratorium virtual, forum diskusi online, aplikasi materi, hingga kelas online. Kini pelajar diberi peran dominan untuk menentukan apa dan bagaimana mereka akan belajar.
Dikutip dari Geotimes, Waras Kamdi, seorang akademisi Universitas Malang menyebukan bahwa heutagogy bisa dianalogikan sebagai suatu cara menghidangkan makanan dengan bentuk prasmanan, di mana orang yang akan menikmati hidangan memiliki kebebasan untuk memilih apa yang akan disantap, media apa saja yang pas untuk digunakan dan bagaimana cara menyantapnya.
Agar terlaksananya penerapan heutogogy, tentunya guru harus mampu menciptakan proses pembelajaran yang menarik. Pelajar dan guru harus melakukan hubungan timbal balik tentang apa dan bagaimana cara mempelajari suatu materi pembelajaran. Guru bertugas memfasilitasi pembelajaran yang berlangsung pada pelajar sehingga mereka memperoleh pengalaman belajar yang nyata dan otentik. Guru berusaha mengajak dan membawa seluruh pelajar yang ada di kelasnya untuk berpartisipasi dan bertukar pikiran mengenai suatu pembahasan materi.
Penguasaan teknologi kemudian menjadi syarat mutlak yang harus dikuasai oleh para guru untuk mendukung pembelajaran di era 4.0 ini. Namun kenyataannya masih terdapat beberapa guru yang belum terbiasa dengan internet dan penggunaan teknologi. Hal ini tentu juga terkait dengan belum meratanya fasilitas teknologi ditiap daerah di Indonesia. Dikutip dari Sumber daya IPTEK dan Dikti, Kementrian Riset,Teknologi, Pendidikan Tinggi Republik Indonesia menjelaskan, bahwa tenaga pengajar, pelajar, dan mahasiswa, mau tidak mau, dituntut untuk beradapatsi dengan industry 4.0. Muhammad Nasir menambahkan dengan adanya industry 4.0 sistem pembelajaran yang semula berbasis pada tatap muka secara langsung di kelas, bukan tidak mungkin akan dapat digantikan dengan sistem pembelajaran yang terintegrasikan melalui jaringan internet (online learning).
Oleh karena itu, guru harus mampu mengembangkan kompetensi melalui pelatihan-pelatihan peningkatan kompetensi, khususnya pelatihan media pembelajaran berbasis komputer. Walaupun aplikasi digital atau internet bisa menyajikan materi pembelajaran yang luas, namun peran seorang guru takkan pernah tergantikan oleh mesin atau aplikasi digital. Karena pelajar membutuhkan seorang guru dalam penanaman pendidikan karakter. Peran dan keteladanan gurulah, yang kelak akan memberi pengaruh yang besar dalam membentuk karakter peserta didik.